TEKNOLOGI PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN RECOVERY LIMBAHKONVERSI ENERGI FOSIL (BATUBARA)

14.58.00


TEKNOLOGI PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN RECOVERY LIMBAHKONVERSI ENERGI FOSIL (BATUBARA)

Negara Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan alamnya yang sangat melimpah, baik di darat maupun di laut. Banyaknya potensi sumber daya alam yang ada, terdapat salah satu potensi SDA yang sampai saat ini kita masih sangat bergantung pada keberadaannya. Batubara adalah salah satu sumber daya alam yang masih sering digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup kita sehari-hari. Batubara merupakan sebuah bahan bakar fosil yang terbentuk dari tumbuhan yang telah mati kemudian tertimbun selama jutaan tahun. Batubara ini merupakan kumpulan dari zat organik yang terdiri dari hydrogen, karbon, dan oksigen.

Berdasarkan data perhitungan Badan Geologi Nasional diketahui bahwa cadangan batubara yang dimiliki Indonesia saat ini yaitu berada di angka 37 milliar ton yang sifatnya sudah bisa ditambang dan merupakan cadangan aktif. Adapun target tahun ini untuk produksi batubara di Indonesia yaitu sekitar 550 juta ton dengan 350 juta ton yang akan diekspor dan 155 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Badan Geologi Nasional juga memperkirakan masih terdapat 160 milliar ton cadangan batubara yang masih belum diekplorasi dengan perkiraan sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.

Banyaknya cadangan batubara yang ada, dikhawatirkan menjadi penyebab terjadinya aktivitas penambangan secara besar-besaran. Seperti yang kita tahu, bahwa setiap adanya pembakaran batubara maka akan ada limbah yang dihasilkan. Limbah hasil dari pembakaran batubara ini dapat termasuk ke dalam limbah konversi energy fosil. Limbah hasil dari pembakaran batubara ini dapat termasuk ke dalam limbah konversi energy fosil. Dimana dalam pemanfaatannya limbah batubara ini memiliki banyak sekali kegunaan dalam bidang keteknikkan. Adapun limbah hasil pembakaran batubara ini nantinya dapat berbentuk fly ash dan bottom ash (FABA). Fly ash dan bottom ash (FABA) adalah limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Fly ash merupakan butiran halus berwarna keabu-abuan yang dikenal dengan sebutan abu terbang sedangkan abu yang tidak terbang atau tidak naik (abu padat) disebut bottom ash.

Di Indonesia, industri batubara telah berkembang pesat karena adanya UU No.1/1967 tentang penanaman modal asing dan UU No.11/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh penting untuk batubara sebagai sumber energi pengganti minyak bumi. Kebijakan inipun sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengangkat kembali potensi batubara yang sering digunakan pada masa lalu. Namun, acuan utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 yaitu bahwa segala isi bumi di Indonesia perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Di Indonesia, terdapat fly ash dan bottom ash dalam jumlah yang cukup besar sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan. Abu pada batubara mengandung logam beracun dengan konsentrasi yang jauh lebih tinggi apabila dilepaskan ke lingkungan oleh pembangkit listrik. Pembuangan abu batubara secara sembarang seperti di kolam penampungan terbuka dan tidak dilindungi pelapis, akan menyebabkan dampak lingkungan yang sangat buruk dan serius. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi logamnya yang tinggi dan kemungkinan pelindiannya ke tanah dan air tanah.

Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh limbah hasil pembakaran batubara, membuat banyak peneliti dari manca Negara ataupun dari Indonesia sendiri melakukan berbagai macam percobaan untuk memanfaatkan limbah ini menjadi produk yang dapat berguna bagi masyarakat serta tidak mencemari lingkungan. Salah satu bidang yang sangat dekat dengan produk hasil pemanfaatan limbah ini adalah bidang keteknikkan.

Adapun pemanfaatan dari limbah fly ash dalam bidang keteknikkan yaitu dapat dijadikan sebagai pengganti Portland cement karena memiliki sifat pozzolanic yang dapat meningkatkan kekuatan dari beton. Selain itu, fly ash juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan batu bata, dimana cara pembuatannya yaitu dengan mencampurkan fly ash dengan air kemudian dipadatkan pada 4000 psi dan diperam selama 24 jam pada temperature 668oC steam bath, selanjutnya dikeraskan dengan menggunakan bahan air entrainment untuk didapat batu bata terakhir yang lebih dari 100 freeze-thaw cycle. Pembuatan batu bata dengan fly ash ini dinilai lebih efisien karena dapat menghemat energy, mengurangi polusi mercuri serta dapat menghemat biaya sebanyak 20% jika dibandingkan dengan pembuatan batu bata dari bahan lempung. Selain Portland cement dan batu bata, fly ash juga dapat digunakan sebagai bahan beton ringan, material konstruksi jalan, material pekerjaan tanah, grouting yang ditambahkan dengan semen untuk memudahkan pencampuran dan menghemat biaya, kemudian dapat juga digunakan untuk stabilisasi tanah.

Selain itu, pemanfaatan dari fly ash dan bottom ash juga dapat ditemui pada sebuah penelitian pembuatan paving block dengan limbah FABA, dimana digunakan Portland cement sebagai perekat yang banyaknya 2 kali lipat dari komposisi fly ash dan bottom ash -nya. Kemudian dilakukan juga uji kuat tekan dan uji serapan air rata-rata untuk memastikan produknya tahan terhadap paparan sinar matahari dan air hujan dalam jangka waktu yang lama. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa paving block yang dibuat dari bahan dasar FABA lebih solid dan memiliki tekstur yang lebih rapat sehingga air sulit masuk ke pori-pori karena ukuran partikel yang halus sehingga menyebabkan partikel terkombinasi dengan baik.

Selain dalam bidang keteknikkan, bottom ash juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam hidroponik karena terdapatnya kandungan-kandungan unsur seperti Ca, Mg, Na, K, N, P, S, dan Fe yang dapat mempercepat proses pecah benih pada pertumbuhan tanaman. Namun, dengan banyaknya unsur hara tersebut membuat beberapa tanaman mengalami gejala kelebihan unsur hara yang membuat tanamannya menjadi tidak sehat dan tidak berkembang dengan baik. Sehingga dari percobaannya belum dapat difiksasi bahwa tanaman yang ditanam dengan media tanam bottom ash belum dapat dipastikan bahwa telah layak uji pangan, hal ini dikarenakan belum dilakukannya pengujian dari kadar toksin yang terdapat di dalamnya.

Pemanfaatan dari limbah-limbah batubara sampai saat ini masih belum bisa dirasakan secara merata, sehingga untuk kedepannya diharapkan bahwa pemanfaatan mengenai limbah batubara ini dapat diatasi dengan baik agar dapat mencegah terjadinya permasalahan lingkungan.


Sumber:

R. Damayanti, “ABU BATUBARA DAN PEMANFAATANNYA: TINJAUAN TEKNIS KARAKTERISTIK SECARA KIMIA DAN TOKSIKOLOGINYA,” Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, p. 221, 2018.

S. P. R. Wardani, “PEMANFAATAN LIMBAH BATUBARA (FLY ASH) UNTUK STABILISASI TANAH MAUPUN KEPERLUAN TEKNIK SIPIL LAINNYA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN,” 2008.

M. Yusuf, T. Arief and E. Oktarinasari, "KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 HASIL DARI KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA," Jurnal Pertambangano.

D. Muhammad and G. Y. Wibowo, "PEMANFAATAN LIMBAH FLY ASH DAN BOTTOM ASH DARI PLTU SUMSEL-5 SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN PAVING BLOCK," Jurnal Teknika, p. 1068, 2019.

R. M. A. Kinasti, E. Lestari and D. Mayasari, "POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PEMBAKARAN BATUBARA (BOTTOM ASH) PADA PLTU SEBAGAI MEDIA TANAM DALAM UPAYA MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN," Jurnal Kilat, p. 36, 2018.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »