DYE - SENSITIZED SOLAR CELL ENERGI SOLUTIF TERBARUKAN BERBAHAN ORGANIK – INORGANIK DENGAN KUALITAS RASIONAL

18.46.00

TAU NGGAK SIH ?

Indonesia merupakan suatu negara yang berada pada garis khatulistiwa. Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara yang berada pada lintang ekuator merupakan wilayah dengan sumber sinar matahari terbesar, sehingga Indonesia mempunyai pola iklim  hangat-basah dan hangat-kering sepanjang tahunnya.
Berbicara sinar matahari
Yang merupakan energi alami yang tak pernah habis dan tak tergantikan ya sobat ilmiah... Nah, sekarang sobat ilmiah sadar tidak sih kalau persediaan energi saat ini sedang dalam tahap krisis loh..., karena penggunaan energi yang tidak sebanding dengan nilai produksi energi itu sendiri. Pentingnya akan kebutuhan energi salah satunya adalah sebagai sumber daya listrik. Coba deh bayangkan jika hidup tanpa listrik.. Bagaimana nasib industri yang telah berkembang sampai saat ini dan teknologi yang kita gunakan saat ini , bukan tidak mungkin kita hidup dengan keterbatasan dan terkesan statis...
Nah.... sudah saatnya sobat ilmiah bangkit dan berinovasi memberikan solusi terhadap tantangan perkembangan zaman yang semakin pesat dan canggih, dan eco friendly. Bagaimana hubungan anatara energi matahari, listrik, sekaligus ramah lingkungan ???

Yuk simak solusinya pada artikel kali ini !!!

Dye-sensitized solar cell (DSSC) merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan 1 kemurnian tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silicon itu sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan separasi muatan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap lebar.
Salah satunya yaitu Titanium Dioxide (TiO2). TiO2 umum digunakan karena inert, tidak berbahaya, semikonduktor yang murah. Namun untuk aplikasinya dalam DSSC, TiO2 harus memiliki permukaan yang luas sehingga dye yang teradsorb lebih banyak yang hasilnya akan meningkatkan arus photo. Selain itu penggunaan bahan dye yang mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi.

Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan berkontribusi sekitar 4% terhadap total konsumsi energi lokal dimana 0,02% nya berasal dari energi surya.  Selain itu riset mengenai jenis sel surya berbasis teknologi murah seperti dyesensitized solar cell (DSSC) juga perlu mulai dikaji untuk pengembangannya di Indonesia, karena jenis sel surya ini tidak memerlukan peralatan yang berteknologi tinggi untuk proses fabrikasinya sehingga dengan kondisi tersebut para peneliti di Indonesia bisa juga ikut ambil bagian dalam perkembangan DSSC dunia dan juga untuk kemungkinan produksi massal lokal.


Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon. Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopori TiO2, molekul dye 12 yang Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon. Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopori TiO2, molekul dye 12 yang teradsorpsi di permukaan TiO2, dan katalis yang semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif.

Dye Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buah-buahan, khususnya dye antocyanin. Antocyanin ini yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah dan bunga. Salah satu pigmen cyanin yang memegang peranan penting dalam proses absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β-glucoside , struktur kimianya ditunjukkan pada Gambar.
Gambar. Struktur Kimia Antocynanin Dye


Salah satu keuntungan utama teknologi DSSC dibandingkan dengan teknologi sel surya lain yaitu proses fabrikasinya yang relatif simpel, dan peralatan fasilitas yang dibutuhan 22 relatif mudah dan murah. Teknologi lama seperti screen printing dapat digunakan, dibandingkan dengan fasilitas clean room yang dibutuhkan oleh teknologi sel surya lain. Kemudian material dari sel dapat menjadi murah untuk produksi massal, karena keadaan sekarang harga menjadi signifikan akibat harga dye dan platina. Selain itu karena DSC dapat dilapisi pada substrat yang fleksibel, contohnya polimer, maka sel surya dapat diproduksi menjadi berbagai bentuk dan diberbagai lokasi.

Analisis Absorbsi Dye Buah Delima Profil absorbsi cahaya dari pigmen antocyanin buah delima dianalisis menggunakan UV-Vis Spektrometer. Terlihat pada grafik UV-VIS terdapat puncak pada panjang gelombang 562 nm menandakan bahwa pigmen antocyanin yang ada pada buah delima dapat mengabsorb cahaya dengan panjang gelombang 562 nm yang masih dalam spektrum cahaya tampak. Pada bagian panjang gelombang kurang dari 562 nm juga terdapat beberapa puncak yang merupakan area radiasi ultraviolet dimana hampir semua benda gelap dapat menyerap radiasi ini.

Nah, gimana nih sobat ilmiah... makin banyak yang kita tahu, makin banyak ilmu yang kita dapat pula bukan. Oke, jadi kita sudah sama – sama mengetahui bahwa sinar matahari dapat digunakan sebagai solutif energi alternatif dan dapat menjawab salah satu tantangan pengembangan energi baru terbarukan tahun 2030. Selain itu, melihat pada sektor pengembangan solar cell akan berdampak baik bagi penurunan pencapaian emisi rumah kaca sebanyak 29%. 
Ayo sobat ilmiah !!!, kita jangan mau kalah dengan pemikiran inovator yang terus berfikir kebaikan masa depan. Apa sobat ilmiah tertantang ? 
Berkarya akan mennjadikan kita berdaya, bermakna, dan bijaksana. 

#HimatemiaResearch
#HimatemiaBISA
#HimatemiaGo

DAFTAR PUSTAKA

Annual World Solar Photovoltaic Industry Report, Marketbuzz 2007 report.
G. Phani, G. Tulloch, D. Vittorio, dan I. Skyrabin, 2001, “Titania solar cells: new photovoltaic technology”, Renewable Energy.
Global Market: Current & Next Generation Solar Cell & Related Material Market Outlooks, Research and Markets reports.
Green, M. A., 2001, “Solar Cell Efficiency Tables (Version 18)”, Prog. Photovolt. Res. Appl., 9, 287-93 
Hari P, Bambang. “ Efisiensi Penggunaan  Panel Surya Sebagai Sumber Energi Alternatif “. Jurnal emitor, vol. 18 No. 01.
Janaloka. 2018. 5 Rintisan Penelitian Sel Surya Dari Tumbuhan oleh Akademisi Indonesia. https://janaloka.com/5-rintisan-sel-surya-dari-tumbuhan-oleh-akademisi-indonesia/, 7 Agustus 2018.
Shah, A., et al., 1999, “Photovoltaic Technology: The Case for Thin-Film Solar Cells”, Science, 30 July, 285, 692-8.
Syahni, Della. 2016. Pengembangan Listrik Tenaga Surya Maih Terkendala. Jakarta: Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2016/11/29/pengembangan-listrik-tenaga-surya-masih-terkendala-mengapa/,  29 November 2016.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »